Pemerintahan
Permendagri
PERMENDAGRI NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN KLASIFIKASI CABANG DINAS DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH
![]() |
| PERMENDAGRI NOMOR 12 TAHUN 2017 |
PERMENDAGRI NOMOR 12 TAHUN
2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN KLASIFIKASI CABANG DINAS DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH
Pasal 2 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pembentukan Dan
Klasifikasi Cabang Dinas Dan Unit
Pelaksana Teknis Daerah menyatakan bahwa 1) Dalam rangka
efektivitas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan pada
Perangkat Daerah yang
melaksanakan Urusan
Pemerintahan bidang pendidikan serta Urusan Pemerintahan yang
hanya diotonomikan kepada Daerah provinsi dapat dibentuk cabang
dinas di kabupaten/kota. (2) Cabang dinas berada di bawah
dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas sesuai
dengan bidang Urusan
Pemerintahan yang diselenggarakan.
Pasal 3 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 menyatakan bahwa
(1)
Cabang dinas mempunyai
tugas membantu kepala
dinas daerah provinsi melaksanakan
sebagian Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah provinsi di wilayah kerjanya.
(2)
Dalam melaksanakan tugas cabang dinas menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi
dan pelaksanaan kebijakan
dan program sesuai dengan
lingkup bidang tugas
dan wilayah kerjanya;
b.
koordinasi dan
pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan program dan kegiatan sesuai dengan
lingkup bidang tugas dan wilayah
kerjanya;
c. koordinasi dan pelaksanaan administrasi
sesuai dengan lingkup bidang tugas dan wilayah kerjanya; dan
d. pelaksanaan
fungsi lain yang
diberikan oleh Kepala Dinas terkait dengan tugas dan
fungsinya.
(3)
Urusan Pemerintahan yang
dilaksanakan cabang dinas merupakan Urusan Pemerintahan yang
hanya diotonomikan kepada
Daerah provinsi yang meliputi:
a. sub Urusan Pemerintahan bidang pendidikan
menengah dan pendidikan khusus.
b. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan;
c. Urusan
Pemerintahan bidang energi
dan sumber daya mineral; dan
d. sub Urusan Pemerintahan bidang kelautan.
(4)
Dalam rangka percepatan
dan efisiensi pelayanan
publik pada bidang Urusan Pemerintahan),
cabang dinas mendapat
pelimpahan wewenang perizinan
dan wewenang lainnya dari gubernur yang ditetapkan dengan peraturan
gubernur. (5) Cabang dinas dalam
melaksanakan tugas dan
fungsinya berkoordinasi
dengan Perangkat Daerah
kabupaten/kota yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
sesuai dengan tugas dan fungsi cabang dinas.
Pasal 4 Pembentukan cabang
dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan gubernur setelah dikonsultasikan secara tertulis dengan
Menteri.
Pasal 5 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 menyatakan bahwa
Konsultasi pembentukan
cabang dinas secara tertulis dengan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
4 dilengkapi dengan dokumen
meliputi:
a. kajian akademis
pembentukan cabang dinas; dan
b. analisis rasio belanja
pegawai.
Pasal 6 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 menyatakan bahwa
(1)
Pembentukan cabang dinas
tidak berlokasi di
ibukota provinsi.
(2)
Wilayah kerja cabang
dinas dapat meliputi
1 (satu) atau lebih kabupaten/kota.
(3)
Cabang dinas yang wilayah
kerjanya hanya pada 1
(satu) kabupaten/kota, dapat dibentuk
dengan ketentuan meliputi:
a. kabupaten/kota berciri kepulauan;
b. kabupaten/kota di
daerah perbatasan dengan
negara lain;
c. kabupaten/kota terluar; dan/atau
d. kabupaten/kota yang
tidak tersedia akses
transportasi darat; dan
e. kabupaten/kota yang
mempunyai jarak dari
ibu kota provinsi dan
jarak dengan ibu
kota kabupaten/kota tetangga lebih
dari 100 km
untuk wilayah Jawa,
Bali dan Nusa Tenggara
atau lebih dari 150
km untuk luar Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
(4) Pembentukan cabang
dinas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan apabila:
a. tidak
terdapat dinas kabupaten/kota yang melaksanakan Urusan Pemerintahan yang
sama dengan Urusan Pemerintahan yang
akan dilaksanakan oleh cabang dinas tersebut; dan/atau
b. dinas
kabupaten/kota yang mempunyai
tugas dan fungsi menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan yang sama dengan
Urusan Pemerintahan yang
dilaksanakan oleh cabang dinas
tersebut tidak bersedia
untuk melaksanakan tugas pembantuan dari
Daerah provinsi ke
kabupaten/kota atau dinas
kabupaten/kota yang melaksanakan tugas
pembantuan tersebut berkinerja rendah.
Klasifikasi dan Kriteria
Pasal 7 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
(1)
Cabang dinas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) dibedakan dalam 2
(dua) klasifikasi.
(2)
Klasifikasi cabang dinas
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a.
cabang dinas kelas A untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan
b.
cabang dinas kelas B untuk mewadahi beban kerja yang kecil.
Pasal 8
(1) Klasifikasi
cabang dinas yang
melaksanakan Urusan Pemerintahan
bidang pendidikan, sub
urusan pendidikan menengah
ditentukan berdasarkan kriteria meliputi:
a.
cabang dinas kelas
A dibentuk apabila
melayani minimal 150
(seratus lima puluh)
satuan pendidikan menengah
dan/atau satuan pendidikan khusus; dan
b.
cabang dinas kelas
B dibentuk apabila
melayani minimal 100
(seratus) sampai dengan
149 (seratus empat puluh
sembilan) satuan pendidikan
menengah dan/atau satuan pendidikan khusus.
(2) Klasifikasi
cabang dinas yang
melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang
energi sumber daya
mineral ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a.
cabang dinas kelas A dibentuk apabila:
1. total luas
cekungan air tanah lebih
dari atau sama dengan 800 (delapan ratus) ha;
2. jumlah
izin pemanfaatan air
tanah lebih dari
atau sama dengan 200 (dua ratus);
3. jumlah izin usaha pertambangan Mineral Logam
dan Batubara lebih dari
atau sama dengan
20 (dua puluh);
4. jumlah
izin Usaha Pertambangan
Mineral Bukan Logam dan Batuan
dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri lebih dari atau sama dengan 40 (empat
puluh);
5. jumlah izin
pertambangan rakyat untuk
komoditas mineral logam, batubara,
mineral bukan logam
dan batuan dalam wilayah
pertambangan rakyat lebih dari atau sama dengan 10 (sepuluh);
6. jumlah
izin usaha pertambangan
operasi produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian dan
izin usaha pertambangan operasi
produksi khusus untuk pengangkutan
dan penjualan lebih
dari atau sama dengan 10
(sepuluh);
7. jumlah
izin usaha jasa
pertambangan dan surat keterangan terdaftar
dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang kegiatan
usahanya dalam 1 (satu) Daerah provinsi
lebih dari atau
sama dengan 20 (dua puluh);
8. jumlah
izin pemanfaatan langsung
panas bumi lintas daerah
kabupaten/kota dalam satu
provinsi yang diterbitkan lebih
dari atau sama
dengan 15 (lima belas);
9. jumlah
desa belum teraliri
listrik lebih dari
atau sama dengan 24 (dua puluh empat); dan
10.
jumlah IUPTL, izin
oprasi dan izin usaha
jasa penunjang tenaga listrik
bagi badan usaha
dalam negeri/mayoritas
sahamnya dimiliki oleh
penanam modal dalam negeri lebih dari atau sama dengan 24 (dua puluh
empat).
b.
cabang dinas kelas B dibentuk apabila:
1. total luas cekungan air tanah antara 200 (dua
ratus) ha sampai dengan 799 (tujuh ratus
sembilan puluh sembilan) ha;
2. jumlah izin pemanfaatan air tanah antara
lebih dari atau sama dengan 100 (seratus) sampai dengan 199 (seratus sembilan
puluh sembilan);
3. jumlah izin usaha pertambangan Mineral Logam
dan Batubara antara lebih
dari atau sama
dengan 10 (sepuluh) sampai dengan
19 (sembilan belas);
4. jumlah
izin Usaha Pertambangan
Mineral Bukan Logam dan Batuan
dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri antara lebih dari atau sama dengan 20
(dua puluh) sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan);
5. jumlah
izin pertambangan rakyat
untuk komoditas mineral logam,
batubara, mineral bukan
logam dan batuan dalam
wilayah pertambangan rakyat
antara lebih dari atau sama dengan 5 (lima) sampai dengan 9 (sembilan);
6. jumlah
izin usaha pertambangan
operasi produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian
dan izin usaha pertambangan
operasi produksi khusus untuk
pengangkutan dan penjualan
antara lebih dari atau
sama dengan 5 (lima)
sampai dengan 9 (sembilan);
7. jumlah
izin usaha jasa
pertambangan dan surat keterangan terdaftar
dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang kegiatan
usahanya dalam 1 (satu) Daerah provinsi
antara lebih dari
atau sama dengan 10 (sepuluh)
sampai dengan 19
(sembilan belas);
8. jumlah
izin pemanfaatan langsung
panas bumi lintas daerah
kabupaten/kota dalam satu
provinsi yang diterbitkan antara lebih dari atau sama dengan 5 (lima)
sampai dengan 14 (empat belas);
9. jumlah
desa belum teraliri
listrik antara lebih
dari atau sama dengan 12 (dua belas) sampai dengan 23 (dua puluh tiga);
dan
10.
jumlah IUPTL, izin
oprasi dan izin
usaha jasa penunjang tenaga
listrik bagi badan
usaha dalam negeri/mayoritas sahamnya
dimiliki oleh penanam modal
dalam negeri antara
lebih dari atau
sama dengan 12 (dua belas) sampai dengan 23 (dua puluh tiga).
(3)
Klasifikasi cabang dinas
yang melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang kelautan
dan perikanan ditentukan berdasarkan
kriteria meliputi:
a. cabang dinas kelas A dibentuk apabila
mengelola paling sedikit 5.000 km2
luas wilayah laut
yang merupakan kewenangan daerah
provinsi; dan
b. cabang
dinas kelas B
dibentuk apabila mengelola kurang dari
5.000 km2 luas wilayah laut
yang merupakan kewenangan daerah provinsi.
(4)
Klasifikasi cabang dinas
yang melaksanakan Urusan Pemerintahan bidang
kehutanan di luar
kawasan hutan ditentukan
berdasarkan kriteria meliputi:
a. cabang dinas kelas A dibentuk apabila:
1. luas
kawasan lindung lebih
dari 45.000 (empat puluh lima ribu) ha;
2. luas
lahan kritis lebih
dari 15.000 (lima belas
ribu) ha;
3. luas hutan rakyat lebih dari 15.000 (lima
belas ribu) ha;
4. jumlah industri hasil hutan lebih dari 15
(lima belas) industri;
5. jumlah
kelompok tani hutan
lebih dari 225
(dua ratus dua puluh lima) kelompok; dan
6. jumlah desa sekitar hutan lebih dari 60 (enam
puluh) desa.
b. cabang dinas kelas B dibentuk apabila:
1. luas kawasan lindung kurang dari atau sama
dengan 45.000 (empat puluh lima ribu) ha;
2. luas
lahan kritis kurang
dari atau sama
dengan 15.000 (lima belas ribu) ha;
3. luas
hutan rakyat kurang dari
atau sama dengan 15.000 (lima belas ribu) ha;
4. jumlah
industri hasil hutan
kurang dari atau
sama dengan 15 (lima belas) industri;
5. jumlah
kelompok tani hutan
kurang dari atau sama dengan
225 (dua ratus dua
puluh lima) kelompok; dan
6. jumlah
desa sekitar hutan
kurang dari atau
sama dengan 60 (enam puluh) desa.
Bagian Keempat
Susunan Organisasi
Pasal 9 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
(1) Susunan organisasi
cabang dinas kelas A, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha;
c. seksi paling banyak 2 (dua) seksi; dan
d. kelompok jabatan fungsional.
(2)
Susunan organisasi cabang dinas kelas B, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha; dan
c. kelompok jabatan fungsional.
Pasal 10 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
Dalam hal
sudah dibentuk cabang
dinas, Perangkat Daerah tidak
mempunyai unit organisasi
terendah, kecuali pada sekretariat atau
pada bidang yang
melaksanakan Urusan Pemerintahan
lain yang bergabung dengan dinas tersebut.
Tentang UPTD Provinsi
Pasal 11 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
(1)
Pada dinas atau
badan Daerah provinsi
dapat dibentuk UPTD provinsi
untuk melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu.
(2)
Kriteria pembentukan UPTD Provinsi meliputi:
a. melaksanakan
kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang
tertentu dari Urusan Pemerintahan yang
bersifat pelaksanaan dan
menjadi tanggung jawab dari dinas/badan instansi induknya;
b. penyediaan
barang dan/atau jasa yang
diperlukan oleh masyarakat dan/atau
oleh Perangkat Daerah lain
yang berlangsung secara terus menerus;
c. memberikan
kontribusi dan manfaat langsung dan nyata
kepada masyarakat dan/atau
dalam penyelenggaraan pemerintahan;
d. tersedianya
sumber daya yang
meliputi pegawai, pembiayaan,
sarana dan prasarana;
e. tersedianya
jabatan fungsional teknis
sesuai dengan tugas dan fungsi
UPTD yang bersangkutan;
f. memiliki
Standar Operasional Prosedur
(SOP) dalam melaksanakan Tugas
Teknis Operasional tertentu dan/atau Tugas Teknis Penunjang
tertentu; dan
g. memperhatikan
keserasian hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3)
Pembentukan UPTD provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan
peraturan gubernur setelah dikonsultasikan secara tertulis
kepada Menteri.
Pasal 12 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
Konsultasi Pembentukan
UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3)
dilengkapi dengan dokumen yang meliputi:
a. kajian akademis
pembentukan unit pelaksana teknis; dan
b. analisis rasio belanja
pegawai.
Pasal 13
(1)
Selain UPTD provinsi
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) terdapat
unit pelaksana teknis
dinas Daerah provinsi di
bidang pendidikan berupa
satuan pendidikan Daerah
provinsi.
(2)
Satuan pendidikan Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk
satuan pendidikan formal.
Pasal 14
(1)
Selain UPTD provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1),
terdapat UPTD provinsi di bidang
kesehatan berupa rumah sakit
Daerah provinsi sebagai
unit organisasi bersifat fungsional
dan unit layanan
yang bekerja secara profesional.
(2)
Rumah sakit Daerah provinsi dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah provinsi
yang diangkat dari pejabat fungsional dokter/dokter gigi yang diberikan tugas tambahan.
(3)
Rumah sakit Daerah
provinsi bersifat otonom
dalam penyelenggaraan tata kelola
rumah sakit dan
tata kelola klinis serta
menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah.
(4)
Dalam hal rumah sakit Daerah provinsi belum menerapkan pengelolaan keuangan
badan layanan umum
Daerah, pengelolaan keuangan rumah
sakit Daerah provinsi
tetap bersifat otonom dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan.
(5)
Rumah sakit Daerah
provinsi dalam penyelenggaraan tata kelola
rumah sakit dan
tata kelola klinis,
dibina dan bertanggung jawab kepada
dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di
bidang kesehatan.
(6) Pertanggungjawaban sebagaimana
dimaksud pada ayat
(5) dilaksanakan melalui penyampaian
laporan kinerja rumah sakit kepada kepala dinas yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.
(7)
Pembinaan tata kelola
rumah sakit dan
tata kelola klinis serta
pertanggungjawaban
sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan.
(8)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai organisasi dan
tata hubungan kerja rumah
sakit Daerah provinsi
serta pengelolaan keuangan rumah
sakit Daerah provinsi
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Klasifikasi UPTD Provinsi
Pasal 15 Permendagri
Nomor 12 Tahun 2017
(1)
UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibedakan dalam 2
(dua) klasifikasi.
(2)
Klasifikasi UPTD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. UPTD
provinsi kelas A
untuk mewadahi beban
kerja yang besar; dan
b. UPTD
provinsi kelas B
untuk mewadahi beban
kerja yang kecil.
(3)
Penentuan klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
hasil analisis beban
kerja dengan ketentuan:
a. UPTD Provinsi Kelas A dibentuk apabila:
1.
lingkup tugas dan
fungsinya meliputi 2
(dua) fungsi atau lebih
pada Dinas/Badan atau
wilayah kerjanya lebih dari 1 (satu)
kabupaten/kota; dan
2.
jumlah jam kerja efektif 15.000
(lima belas ribu) jam atau lebih per tahun.
b. UPTD Provinsi Kelas B dibentuk apabila:
1.
lingkup tugas dan
fungsinya hanya 1
(satu) fungsi pada dinas/badan
atau wilayah kerjanya
hanya mencakup 1(satu) kabupaten/kota; dan
2.
jumlah jam kerja efektif antara 6.000 (enam ribu) jam sampai dengan kurang
dari 15.000 (lima
belas ribu) jam per tahun.
(4)
Gubernur dapat menurunkan
tipe UPTD dengan memperhatikan kemampuan
keuangan dan kondisi tertentu di daerah.
Kedudukan
Pasal 16 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
(1)
UPTD provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas
atau Kepala Badan sesuai
dengan bidang Urusan Pemerintahan atau
penunjang Urusan Pemerintahan yang diselenggarakan.
(2)
UPTD provinsi merupakan bagian
dari Perangkat Daerah provinsi.
Tugas
Pasal 17 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
(1)
UPTD provinsi mempunyai
tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis
penunjang serta Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dari organisasi induknya
yang pada prinsipnya
tidak bersifat pembinaan, kordinasi
atau sinkronisasi serta
tidak berkaitan langsung dengan
perumusan dan penetapan kebijakan daerah.
(2)
Berdasarkan sifat tugas
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wilayah kerja UPTD dapat melewati
batas wilayah administrasi pemerintahan
daerah kabupaten/kota diwilayahnya
dan tidak membawahkan UPTD lainnya.
Susunan Organisasi
Pasal 18 Permendagri
Nomor 12 Tahun 2017
(1)
Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas A, terdiri atas:
a.
kepala;
b.
subbagian tata usaha;
c.
seksi paling banyak 2 (dua) seksi;dan
d.
kelompok jabatan fungsional.
(2)
Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas B, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tata usaha; dan
c. pelaksana dan kelompok jabatan fungsional.
(3)
Persyaratan dan Susunan UPTD
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat
(2) tidak berlaku
bagi UPTD yang berbentuk satuan pendidikan dan rumah
sakit.
Pasal 19
(1)
Pada UPTD provinsi
yang secara geografis
mempunyai jangkauan
pelayanan cukup luas,
untuk memudahkan pelaksanaan tugas
UPTD dapat dibentuk
wilayah kerja/unit kerja nonstruktural.
(2)
Wilayah kerja/unit nonstruktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang koordinator.
TENTANG UPTD KABUPATEN/KOTA
Pasal 20 Permendagri
Nomor 12 Tahun 2017
(1)
Pada Dinas atau Badan
Daerah kabupaten/kota dapat dibentuk UPTD kabupaten/kota untuk
melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu.
(2)
Kriteria pembentukan suatu UPTD meliputi:
a. melaksanakan
kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang
tertentu dari Urusan Pemerintahan yang
bersifat pelaksanaan dan
menjadi tanggung jawab dari Dinas/Badan instansi induknya;
b. penyediaan barang dan/atau jasa
yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau
oleh Perangkat Daerah
lain yang berlangsung secara
terus menerus;
c. memberikan
kontribusi dan manfaat
langsung dan nyata kepada
masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan;
d. tersedianya
sumber daya yang
meliputi pegawai, pembiayaan,
sarana dan prasarana;
e. tersedianya
jabatan fungsional teknis
sesuai dengan tugas dan fungsi
UPTD yang bersangkutan;
f. memiliki Standar Operasional
Prosedur (SOP) dalam melaksanakan Tugas
Teknis Operasional tertentu dan/atau tugas teknis penunjang
tertentu; dan
(3)
Pembentukan UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan
dengan peraturan bupati/wali kota setelah dikonsultasikan secara tertulis
kepada gubernur.
Pasal 21
Konsultasi Pembentukan UPTD
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dilengkapi dengan
dokumen meliputi:
a.
kajian akademis perlunya
pembentukan unit pelaksana teknis; dan
b.
analisis rasio belanja pegawai;
Pasal 22
(1)
Selain UPTD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
terdapat UPTD kabupaten/kota di bidang
pendidikan berupa satuan
pendidikan Daerah kabupaten/kota.
(2) Satuan
pendidikan Daerah
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berbentuk
satuan pendidikan formal dan
satuan pendidikan nonformal.
Pasal 23
(1)
Selain UPTD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), terdapat UPTD kabupaten/kota di bidang kesehatan
berupa rumah sakit
Daerah kabupaten/kota dan Puskesmas
sebagai unit organisasi bersifat fungsional
dan unit layanan
yang bekerja secara profesional.
(2)
Rumah sakit Daerah
kabupaten/kota dipimpin oleh direktur
rumah sakit Daerah
kabupaten/kota yang diangkat dari
pejabat fungsional dokter/dokter gigi yang diberikan tugas tambahan.
(3)
Rumah sakit Daerah kabupaten/kota bersifat
otonom dalam penyelenggaraan tata
kelola rumah sakit
dan tata kelola klinis serta
menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah.
(4)
Dalam hal rumah
sakit Daerah kabupaten/kota belum menerapkan pengelolaan
keuangan badan layanan
umum Daerah, pengelolaan keuangan
rumah sakit Daerah kabupaten/kota tetap bersifat otonom
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan.
(5)
Rumah sakit Daerah
kabupaten/kota dalam penyelenggaraan tata
kelola rumah sakit
dan tata kelola klinis, dibina
dan bertanggungjawab kepada
Dinas yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan di bidang kesehatan.
(6)
Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dilaksanakan melalui
penyampaian laporan kinerja
rumah sakit kepada kepala Dinas yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
di bidang kesehatan.
(7)
Pembinaan tata kelola
rumah sakit dan
tata kelola klinis serta
pertanggungjawaban
sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan.
(8) Organisasi
dan tata hubungan
kerja rumah sakit
Daerah kabupaten/kota serta
pengelolaan keuangan rumah
sakit Daerah kabupaten/kota berpedoman
pada dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Klasifikasi
Pasal 24 Permendagri Nomor 12 Tahun 2017
(1) UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam pasal 20 ayat (1) dibedakan dalam 2 (dua) klasifikasi.
(2) Klasifikasi UPTD kabupaten/kota terdiri
atas:
a. UPTD kabupaten/kota kelas A
untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan
b. UPTD kabupaten/kota kelas B
untuk mewadahi beban kerja yang kecil.
(3) Penentuan klasifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan hasil analisis
beban kerja dengan ketentuan:
a. UPTD kabupaten/kota Kelas A dibentuk apabila:
1. lingkup tugas dan fungsinya meliputi 2
(dua) fungsi atau lebih pada Dinas/Badan
atau wilayah kerjanya lebih dari 1 (satu) kecamatan; dan
2. jumlah beban kerja 10.000 (sepuluh ribu) atau
lebih jam kerja efektif per tahun atau lebih
b. UPTD kabupaten/kota Kelas B dibentuk apabila
1. lingkup
tugas dan fungsinya
hanya 1 (satu)
fungsi pada Dinas/Badan atau
wilayah kerjanya hanya
1 (satu) kecamatan; dan
2. jumlah
beban kerja antara 5000 (lima
ribu) sampai dengan kurang dari 10.000 (sepuluh ribu) jam kerja efektif per
tahun.
(4) Bupati/wali kota
dapat menurunkan tipe
UPTD dengan memperhatikan kemampuan
keuangan dan kondisi tertentu di daerah.
Kedudukan
Pasal 25
(1) UPTD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Dinas
atau kepala Badan
sesuai dengan bidang Urusan
Pemerintahan atau penunjang
Urusan Pemerintahan yang diselenggarakan.
(2) UPTD kabupaten/kota merupakan bagian
dari Perangkat Daerah
kabupaten/kota.
Tugas
Pasal 26 Permendagri
Nomor 12 Tahun 2017
(1) UPTD kabupaten/kota mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan teknis operasional
dan/atau kegiatan teknis penunjang serta
Urusan Pemerintahan yang
bersifat pelaksanaan dari organisasi
induknya yang pada prinsipnya tidak
bersifat pembinaan serta
tidak berkaitan langsung dengan
perumusan dan penetapan
kebijakan daerah.
(2) Berdasarkan sifat
tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wilayah
kerja UPTD dapat melampaui batas
wilayah administrasi
kecamatan dalam daerahnya
dan tidak membawahkan UPTD
lainnya.
Susunan Organisasi
Pasal 27 Permendagri
Nomor 12 Tahun 2017
(1) Susunan
organisasi UPTD kabupaten/kota kelas
A, terdiri atas:
a. kepala;
b. subbagian tatausaha; dan
c. kelompok jabatan fungsional.
(2) Susunan
organisasi UPTD kabupaten/kota
kelas B, terdiri atas:
a. kepala; dan
b. kelompok jabatan fungsional.
(3) Susunan UPTD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat
(2) tidak berlaku
bagi UPT yang
berbentuk satuan pendidikan formal
dan satuan pendidikan
non formal, Puskesmas dan rumah sakit daerah.
Pasal 28
(1) Pada
UPTD kabupaten/kota yang
secara geografis mempunyai jangkauan
pelayanan cukup luas,
untuk memudahkan pelaksanaan tugas
UPTD dapat dibentuk wilayah kerja/unit kerja
nonstruktural.
(2) Wilayah
kerja/unit nonstruktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang koordinator.
TENTANG KEPEGAWAIAN DAN
JABATAN
Bagian Kesatu
Kepegawaian
Pasal 29
(1) Pengangkatan, pemberhentian pejabat dan
pegawai cabang Dinas, UPTD provinsi,
dan UPTD kabupaten/kota dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan Pejabat dan Pegawai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi standar
kompetensi sesuai dengan bidang
Urusan Pemerintahan yang ditangani.
Jabatan
Pasal 30
(1) Jabatan struktural eselon III.b atau
jabatan administrator, terdiri atas:
a.
kepala UPTD provinsi kelas A; dan
b.
kepala Cabang Dinas provinsi kelas A.
(2) jabatan
struktural eselon IV.a
atau jabatan pengawas, terdiri atas:
a.
kepala Cabang Dinas provinsi kelas B;
b.
kepala UPTD provinsi kelas B; dan
c.
kepala UPTD kabupaten/kota Kelas A; dan
d.
kepala subbagian dan
kepala seksi pada
Cabang Dinas dan UPTD provinsi
kelas A.
(3) Jabatan
struktural eselon IV.b
atau jabatan pengawas, terdiri atas:
a.
kepala UPTD kabupaten/kota kelas B;
b.
kepala subbagian pada
Cabang Dinas Daerah
provinsi kelas B;
c.
kepala subbagian pada UPTD provinsi kelas B; dan
d.
kepala subbagian pada satuan pendidikan provinsi;
e.
kepala subbagian pada UPTD kabupaten/kota kelas A;
(4) Kepala
UPTD provinsi, kabupaten,
dan kota yang
berbentuk
satuan pendidikan merupakan
jabatan fungsional
guru/pamong belajar sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Kepala
UPTD provinsi, kabupaten,
dan kota yang berbentuk rumah sakit Daerah provinsi
dijabat oleh dokter atau dokter gigi.
(6) Kepala
UPTD Kabupaten/Kota yang
berbentuk Puskesmas dijabat oleh
pejabat fungsional tenaga
kesehatan yang diberikan tugas
tambahan.
TATA KERJA
Pasal 31
(1) Kepala
Cabang Dinas provinsi
dalam melaksanakan tugas menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi baik
antar unit yang
dipimpinnya, dengan unit
organisasi Perangkat Daerah kabupaten/kota yang
menangani Urusan
Pemerintahan yang sama
maupun dengan organisasi Perangkat
Daerah dan instansi lain yang terkait di daerah.
(2) Kepala Cabang Dinas provinsi dalam
melaksanakan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing.
(3) Kepala
Cabang Dinas provinsi
bertanggungjawab memimpin
dan mengkoordinasikan bawahan
dan memberikan pengarahan serta
petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
(4) Kepala
Cabang Dinas provinsi
dalam melaksanakan tugas melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap
satuan organisasi di bawahnya.
Pasal 32
(1) Kepala
UPTD provinsi, kabupaten,
dan kota dalam melaksanakan tugas
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
dengan yang dipimpinnya.
(2) Kepala
UPTD provinsi, kabupaten,
dan kota dalam melaksanakan sistem
pengendalian internal di
lingkungan masing-masing.
(3) Kepala
UPTD provinsi, kabupaten,
dan kota bertanggungjawab memimpin
dan mengkoordinasikan bawahan dan
memberikan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.
(4) Kepala
UPTD provinsi, kabupaten,
dan kota dalam melaksanakan tugas
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap satuan organisasi di
bawahnya.
TENTANG PEMBIAYAAN
Pasal 33
(1) Pembiayaan untuk
mendukung kegiatan Cabang
Dinas daerah provinsi dan Unit Pelaksana Teknis Daerah provinsi dibebankan
pada APBD provinsi dan sumber lain yang sah dan
tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembiayaan untuk
mendukung kegiatan Unit
Pelaksana Teknis Daerah kabupaten/kota dibebankan pada
APBD kabupaten/kota dan
sumber lain yang
sah dan tidak mengikat sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selengkapnya silahkan download
Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah
-----DISINI-----
Demikian informasi tentang Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah, semoga
bermanfaat. Terima kasih








No comments